SURABAYA – Melambungnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin membebani perekonomian masyarakat yang berusaha pulih dari dampak pandemi. Untuk menekan hal tersebut pemerintah didorong mencari alternatif sumber minyak mentah murah. Salah satu alternatifnya adalah membeli minyak murah dari Rusia. Namun, ditengah gejolak politik yang terjadi, langkah tersebut dapat menjadi boomerang tersendiri.
Hal tersebut mendorong mahasiswa Universitas Airlangga untuk bertukar pikiran dan pendapat bersama, salah satunya melalui acara Diskusi International Relations Research community (IRCOM) bersama dengan FPCI Airlangga pada Rabu (28/9/2022).
Diselenggarakan di ruang Cakra Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) dengan mengangkat isu “BBM Naik, Haruskah Indonesia Membeli Minyak Rusia”.
Dihadiri langsung oleh 25 orang mahasiswa. Diskusi dimulai dengan pemaparan presentasi yang diwakili oleh pihak Rayhan dan Gerald (IRCOM) dengan pihak Amanda dan Brillin (FPCI Airlangga). Setelah itu dibuka sesi diskusi dengan pemantik pertanyaan terkait urgensi adanya kenaikkan harga BBM di Indonesia.
BBM Naik, Dorong Energi Terbarukan?
Aziz mengungkap bahwa kesadaran penggunaan renewable energy akibat kenaikan BBM mungkin dapat terjadi. Tapi perlu dipahami bahwa penggunaan energi terbarukan ini di mana Indonesia hanya sebesar 2% saja. Bahkan investasi energi terbarukan lebih rendah daripada India.
“Hal ini perlu digaris bawahi juga mengenai investasi Indonesia terhadap energi terbarukan yakni 1/40 dari investasi energi terbarukan India. Dari sini menunjukkan masih perlu banyak perhatian terhadap prospek dan proses fokus Indonesia terhadap renewable energy, ” ungkapnya.
Sesi Presentasi dan Diskusi IRCOM x FPCI Airlangga di Ruang Cakra, FISIP (Sumber: Panitia)Posisi Indonesia Dalam Membeli Minyak Murah Rusia
Salah satu mahasiswa yang mengikuti diskusi, Nadiv menyebut apabila dilihat dari posisi Indonesia yang netral. Maka pembelian minyak dari Rusia bukanlah masalah yang berarti. Melihat hubungan rusia n Indonesia sangat bagus
“Dari barat (G7) melihat Indonesia netral. Jadi ini tidak akan menjadi masalah untuk membeli minyak rusia, ” sebutnya pada acara yang diadakan pada petang hari tersebut.
Peserta lain, Miko mengatakan bahwa Eropa merupakan pasar minyak terbesar Rusia sebelumnya. Akibat adanya embargo, Rusia harus mencari pasar baru yang bisa membeli lebih banyak dan menyamai dengan permintaan kebutuhan eropa. Terutama dengan target pasar dari negara Asia yang memiliki kebutuhan energi tinggi.
“Misalnya yang butuh minyak sekarang kayak India, Jepang, China, maupun Indonesia. In short, rusia bisa bertahan walaupun eropa ga beli minyak mereka, ” katanya.
Sehingga nantinya Indonesia bisa membeli minyak Rusia tanpa adanya beban moral akibat adanya tekanan negara lain. Tetapi Indonesia sebagai negara yang diplomatis tetap harus memperhatikan juga dampak negatif pada skala domestik dan international affairs pemangku kepentingan ekonomi global.
Penulis:azhar burhanuddin
Editor:Feri Fenoria
Baca juga:
Dua Babin Cek dan Pantau Harga Minyak Goreng
|